Pages

Rabu, 06 Februari 2013

Contoh Menganalisis Artikel


 Analisis Artikel

Date: 30 Maret 2009
Publication: Kompas
Page: 39
              Analisis Artikel ”Lestarikan Hutan Bakau

       Artikel berjudul ”Lestarikan Hutan Bakau” ini menceritakan tentang keindahan Cagar Alam Hutan Bakau Pantai Timur Jambi. Harmonisasi yang tercipta antara alam dan satwa-satwa liar yang tergolong satwa langka di sana, bagaikan sebuah dunia lain yang jauh berbeda dengan suasana perkotaan yang padat dan semrawut. Hal ini di rasakan sendiri oleh sang penulis, Irma Tambunan yang berkesempatan menjelajah cagar alam ini bersama sembilan orang rekannya, yang sebagian besar personel Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
      Artikel ini menambah pengetahuan pembacanya, karena isinya mengandung banyak ilmu pengetahuan tentang alam, tumbuh-tumbuhan serta hewan-hewan langka yang hidup di hutan bakau dan harus dilestarikan. Perjalanan menyusuri cagar alam seluas 4,126 hektar ini diwarnai dengan bermacam-macam pengalaman unik yang berharga. Mulai dari melewati sekumpulan biawak (Varanus salvator) yang tengah merapat ke dahan pohon, ular yang melingkar di atas pohon dekat sekali dengan kepala para rombongan, kelompok kera ekor panjang yang sedang bermain-main di dahan pohon, hingga berbagai jenis burung laut, seperti kawanan bangau putih susu (Mycteria cinerea), bangau tong-tong (Leptoptilos javanicus), serta elang laut (Haliaeetus leucogaster) yang berstatus dilindungi. Warga yang hidup di sekitar hutan bakau tidak pernah memburu satwa-satwa langkanya.
       Dalam artikel ini juga membahas bermacam-macam fungsi hutan bakau, baik bagi penduduk setempat maupun bagi keutuhan pantai dan kehidupan spesies akuatik. Pembaca jadi sadar bahwa fungsi hutan bakau adalah untuk melindungi masyarakat dari tsunami dan intrusi air laut. Hutan bakau juga bisa menjadi perisai, menetralisir air asin, menjaga garis pantai tetap stabil, serta mencegah erosi pantai. Selain itu, pada satu pohon bakau saja terdapat lima sampai enam sarang lebah yang madunya bisa dipanen warga sekitar, akibatnya dalam satu bulan warga bisa memanen hampir dua ton madu. Dengan demikian, sangatlah penting untuk menjaga dan melestarikan hutan bakau. Kegiatan penebangan hutan bakau untuk tempat tambak ikan yang pernah marak terjadi pada tahun 2005 sempat mengancam kelestarian dan keseimbangan hutan.
     Dilihat dari judulnya, ”Lestarikan Hutan Bakau”, seolah-olah menghimbau pembaca untuk ikut melestarikan hutan bakau, karena banyak sekali kegunaannya. Para pembaca yang peduli terhadap lingkungan ketika melihat judul ini akan tertarik untuk mengetahui dan menambah ilmu tentang pelestarian hutan bakau. Artikel ini menceritakan fungsi-fungsi daripada hutan bakau dengan sangat detail, demikian juga dengan manfaat-manfaatnya bagi penduduk sekitar hutan bakau. Namun tidak disebutkan bahwa hutan bakau juga penting dilestarikan sebagai salah satu paru-paru dunia demi mengurangi pemanasan global yang terjadi sekarang. Selain itu seharusnya gaya penulisannya lebih ditekankan pada persuasif, sehingga masyarakat lebih terhimbau lagi untuk ikut melestarikan hutan bakau, sesuai dengan judul artikelnya. Yang terjadi pada artikel ini adalah digunakannya paragraf deskriptif untuk menggambarkan keadaan hutan bakau, dan hanya sedikit kalimat persuasif yang kurang kuat dalam paragraf penutup.
      Solusi yang ditawarkan dalam artikel ini sangat sedikit, yaitu kelestarian hutan sangat bergantung pada masyarakat sekitarnya. Akan lebih baik lagi apabila ditambahkan solusi yang lebih efektif dan melibatkan semua orang, termasuk para pembaca juga supaya turut ambil bagian melestarikan hutan bakau, baik yang di Jambi maupun hutan bakau dimana pun berada. Juga tidak disertakan nomor kontak maupun alamat yang bisa dihubungi sehingga pembaca tidak bisa mengetahui lebih lanjut cara melestarikan hutan bakau. Sedangkan informasi dari narasumber Aziz Sembiring, seorang petugas BKSDA dirasa sudah cukup lengkap dan jelas.

Cara Menganalisis Berita



MENGANALISIS  BERITA
Informasi yang diperoleh dari suatu berita hinggap di memori otak kita bersifat memory jangka pendek (Short Term Memory/ STM). Namun berita juga dapat menjadi memori jangka panjang jika berita yang menginformasikan suatu peristiwa dilakukan dengan frekuensi tinggi, terus diulang-ulang dengan durasi yang tinggi pula.
Berita menjadi ingatan jangka panjang pemirsa biasanya menyangkut berbagai “isu-isu yang tidak biasa”  (uncommon issue) sehingga menjadi perhatian publik. Contoh nyatanya adalah berita-berita mengenai kasus Nazaruddin atau berita kecelakaan Saipul Jamil saat ini. Frekuensi pemberitaan tentang kasus ini sangat tinggi, bahkan hingga mencapai titik jenuh. Banyak orang yang merasa jenuh dengan berita itu-itu saja yang diangkat media.
Untuk menilai kebenaran atau validitas suatu berita tidaklah mudah, karena banyak hal yang mendasari munculnya suatu berita. Suzanne Pitner (pengajar dan aktivis media) pernah menulis artikel berjudul “How to Analyze the News“. Ia memberikan beberapa tips untuk menganalisis berita, yang ia singkat dengan istilah strategi COPS (Context, Opinion, Perspective, Sources):
1. Context: Kenali Berita sesuai Konteksnya!

Berita bersifat menginformasikan realitas yang bersifat sepotong-sepotong. Realitas diambil melalui kamera atau mata wartawan dan diinformasikan ke publik. Kamera dan mata wartawan tentunya memiliki keterbatasan. Pemilihan angle kamera dan fokus pemberitaan dari seorang wartawan yang bersifat subyektif pun ikut andil, sehingga berita tidak bisa menginformasikan realitas yang sebenarnya. Hal ini disebabkan adanya keterbatasan waktu, pelaporan media (khususnya pemberitaan melalui televisi) selalu memberikan sedikit informasi. Pemirsa harus bersedia membaca lebih lanjut untuk menemukan informasi yang menempatkan berita televisi dalam konteksnya.

Konteks berbeda dengan apa yang tampak. Konteks lawannya adalah teks (teks tidak terbatas pada tulisan tetapi dapat diperlebar maknanya pada apa saja yang tampak). Teks memberikan informasi yang bersifat denotatif, sedangkan konteks merupakan pemahaman dari makna teks yang bersifat konotatif. Pemahaman konotatif setiap orang berbeda-beda dari makna denotatifnya karena dipengaruhi latar belakang, pendidikan, dan sebagainya.

Sebagai contoh, sebuah berita tentang seorang selebriti memukuli pacarnya. Ini adalah teks. Maka, pemirsa yang tekstual akan melihat informasi ini sebagai sebuah informasi “telanjang”. Lantas dinilai secara “hitam atau putih”. Tetapi, pemirsa yang kontekstual tidak berhenti pada informasi yang tampak, akan tetapi akan mencari lebih dalam: kenapa peristiwa itu terjadi, kronologi peristiwa, cara untuk mencegah hal itu, dan apa yang harus dilakukan ketika menghadapi hal tersebut, adalah informasi yang dapat menempatkan berita ke dalam konteks.

2. Opinion: Pisahkan Pendapat dari Fakta!

Pendapat dari narasumber dalam berita atau opini dalam sebuah artikel bukan sebagai fakta. Tulisan wartawan atau opini penulis sebetulnya menulis sesuai dengan cara pandang dirinya, pemahaman dirinya, bukan fakta yang sesungguhnya. Fakta tidak berada dalam persepsi manusia, melainkan berada di luar persepsi manusia. Setiap orang berhak untuk mengklaim bahwa pendapat dirinya mewakili fakta, tetapi fakta tidak bisa diwakili oleh siapapun. Fakta berdiri sendiri. Opini manusia sesungguhnya semuanya bersifat subyektif. Persepsi manusia terhadap api tidak bisa menggambarkan api yang sesungguhnya, karena api persepsi tidak membakar sedangkan api sejati sifatnya membakar.

Meskipun pendapat tidak bisa seratus persen mewakili fakta, tetapi ada cara agar pendapat sedikitnya mewakili meskipun tidak benar-benar mewakili. Bagaimana caranya? Yaitu dengan metode hermeneutik. Metode hertemenutik adalah metode untuk menjembatani agar opini dapat berbasis pada fakta, yaitu dengan narasi yang lengkap, angka statistik dan tidak sepotong-sepotong. Tulisan berita umumnya tidak bisa menggunakan metode ini. Yang bisa adalah tulisan feature karena kaya akan deskripsi dari relung-relung terdalam dari realitas. Selain itu, harus disertai bukti yang digunakan dan dengan cara yang baik serta logis. Gambar-gambar dapat dijadikan alat bukti.

3. Perspective: Lihatlah Cara Pandang Pemberitaannya!

“Pemerintah telah gagal dalam menjamin keamanan negara, ada apa dengan negara ini…”.

Kalimat tersebut sering didengar di editorial salah satu media di Indonesia, karena editorialnya dibacakan dengan illustrasi yang dianggap mewakili dari narasinya di televisi. Kalimat tersebut menunjukkan cara pandang media yang sangat subyektif. Kalimat tersebut bersifat emosional, bukan memberitakan. Media dengannya telah melakukan penilaian bahkan mengadili. Padahal media tidak punya kapasitas untuk menilai dan mengadili. Media adalah perantara (medium), dengannya cara pandang media harus independen.

Perspektif media tidak boleh tumpang-tindih dengan kepentingan. Dengan alasan  kendala waktu dan ruang maka media akan menentukan cerita mana yang mendapatkan ruang yang paling banyak, dan cerita mana yang diedit atau bahkan dipetieskan. Pertimbangan untuk melakukan tersebut harus dari perspektif publik bukan dari perspektif pemilik modal.

4. Sources: Bandingkan Berita dengan Banyak Sumber!

Media memiliki berbagai macam aliran, jika fokus hanya di satu media maka perspektif pembaca digiring untuk sama dengan perspektif yang digunakan oleh media. Berita mengenai satu kasus bisa berbeda penyampaiannya oleh media yang berbeda pula. Maka, salah satu cara untuk memahami berita yang sebenarnya adalah dengan memahami dari berbagai sumber. Teknik trianggulasi dapat digunakan. Trianggulasi adalah pembuktian informasi melalui berbagai sumber media atau dengan berbagai sumber opini.